Pengertian Moral dalam artikel ini, pertama-tama ditinjau secara etimologis, dimana kata moral berasal dari kata mos, yang berarti cara, moral istiadat atau kudang kecepeasaan, sedangkan jamaknya yaitu mores. Kata moral mempunyai arti yang sama dengan kata etos (Yunani) yang menurunkan kata norma dan sopan santun. Kata moral selalu mengacu pada baik buruknya insan sebagai insan dan bukan mengenai profesi seseorang. Misalnya sebagai dosen, tukang masak, pemain bulutangkis, penceramah, dan lain-lain.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia karangan W.J.S Purwadarminto (1957:957) moral yaitu pemikiran perihal baik jelek yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya. Moral mengatur segala perbuatan yang dipenilaian baik dan perlu dilakukan, dan suatu perbuatan yang dipenilaian tidak baik dan perlu dihindari. Moral berkaitan pribadi dengan kemampuan untuk menentukan benar dan yang salah. Dengan demikian, moral merupakan kendali dalam bertingkah laku.
Selain itu, moral didefinisikan pula oleh para sangat menguasai ibarat Hurlock (1993 : 74), yang mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan moral yaitu tata cara, kudang kecepeasaan, dan moral dimana dalam sikap dikendalikan oleh konsep-konsep moral yang memuat peraturan yang telah menjadi kudang kecepeasaan bagi anggota suatu budaya dan yang menentukan dalam sikap yang diperlukan oleh seluruh anggota kelompok. Sedangkan
Driyarkara (1966:25), moral sama artinya dengan kesusilaan merupakan kesempunaan sebagai insan atau kesusilaan yaitu tuntutan kodrat manusia. Perilaku seseorang yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah yang ada sanggup dikatakan seseorang tersebut bersifat amoral. Dengan demikian, moral diartikan sebagai kesusilaan yang merupakan keseluruhan norma yang mengatur tingkah laris insan dalam kehidupan bermasyarakat untuk melakukan perbuatan yang baik dan benar dengan kaidah-kaidah moral yang ada.
Dalam sejumlah literatur, dijumpai macam-macam tahapan perkembangan moral. Dengan diketahuinya perihal perkembangan moral anak, diperlukan pendidik atau guru sanggup menentukan atau menerapkan metode sehingga anak didik memungkinkan untuk memahami dan menghayati penilaian-penilaian dan norma-norma yang terdapat dalam Pancasila. Berikut ini, tahapan perkembangan moral berdasarkan para sangat menguasai (Daroeso 1989:30-36):
a. Tahapan Perkembangan Moral Piaget
Menurut Piaget perkembangan moral terjadi dalam dua tahapan, yaitu “tahap realisme moral” dan “tahap moralitas atau korelasi timbal balik” (Daeroso 1989:30-32).
1) Tahap pertama “tahap realisme moral” , sikap anak cenderung menganggap kewajiban dan evaluasi yang menempel padanya sebagai bagian, yang bangkit sendiri dan bebas dari efek nalar manusia, sebagai sesuatu yang mempengaruhi sendiri tanpa memandang keadaan, dimana individu menemukan dirinya. Mereka mengganggap orang bau tanah dan orang cukup umur yang berwenang sebagai maha kuasa dan mengikuti peraturan yang dimemberikankan tanpa mempertanyakan kebenarannya. Dalam tahap ini, pada perberat sebelahan anak mengenai benar dan salah berdasarkan konsekuensinya serta bagi anak kecil tiruana peraturan ini sama.
2) Tahap kedua “tahap moralitas atau korelasi timbal balik”, anak mepenilaian sikap atas dasar tujuan yang mendasarinya. Tahap ini dimulai pada anak usia dua tahun hingga dua belas tahun. Tingkah laris benar dan salah sudah mulai dimodifikasi. Artinya anak sudah mulai memperberat sebelahkan keadaan tertentu yang berkaitan pribadi dengan pelanggaran moral.
1) Tahap pertama “tahap realisme moral” , sikap anak cenderung menganggap kewajiban dan evaluasi yang menempel padanya sebagai bagian, yang bangkit sendiri dan bebas dari efek nalar manusia, sebagai sesuatu yang mempengaruhi sendiri tanpa memandang keadaan, dimana individu menemukan dirinya. Mereka mengganggap orang bau tanah dan orang cukup umur yang berwenang sebagai maha kuasa dan mengikuti peraturan yang dimemberikankan tanpa mempertanyakan kebenarannya. Dalam tahap ini, pada perberat sebelahan anak mengenai benar dan salah berdasarkan konsekuensinya serta bagi anak kecil tiruana peraturan ini sama.
2) Tahap kedua “tahap moralitas atau korelasi timbal balik”, anak mepenilaian sikap atas dasar tujuan yang mendasarinya. Tahap ini dimulai pada anak usia dua tahun hingga dua belas tahun. Tingkah laris benar dan salah sudah mulai dimodifikasi. Artinya anak sudah mulai memperberat sebelahkan keadaan tertentu yang berkaitan pribadi dengan pelanggaran moral.
b. Tahapan Perkembangan Moral Kohlberg
Dewey (Daeroso, 1989:32-36) membagi tiga tingkatan-tingkatan perkembangan moral yang didasarkan pada perkembangan kognitif. Tingkatan perkembangan moral berdasarkan Dewey yaitu sebagai memberikankut:
1) Tingkat prekonvensional
Pada tahap ini tingkah laris atau perbuatan seseorang dimotivasi oleh dorongan sosial dan biologis.
2) Tingkat konvensional
Pada tahap ini individu mendapatkan ukuran-ukuran yang terdapatdalam kelompoknya dengan berefleksi secara kritis pada tingkat rendah.
3) Autonomi
Pada tahap ini tingkah laris atau perbuatan dibimbing oleh pikiran atau perberat sebelahan individu sendiri. Apakah ukuran-ukuran yang berasal dari kelompoknya itu diterima begitu saja dari kelompok lain. Hal ini tergantung pada dirinya.
Demikian uraian pengertian moral baik secara etimologis maupun definisi moral berdasarkan para sangat menguasai. Dsamping itu, dalam perkembangannya, moral mempunyai tahap-tahap perkembangan sebagaimana dikemukakan kedua sangat menguasai di atas.
Advertisement